Monday, April 30, 2012

Peredaran Narkoba Di Lapas



Oleh Sang Gede Purnama

            Indonesia saat ini tidak hanya sebagai Negara yang menjadi salah satu tempat peredaran narkoba bahkan ditemukan beberapa pabrik pembuatan narkoba. Ini menunjukkan bahwa begitu besarnya pasar narkoba di Indonesia. Beberapa terjerumus sebagai pengguna karena faktor lingkungan dan pergaulan yang kurang tepat. Dampak dari narkoba justru sangat membahayakan karena dapat merusak kesehatan diri, ikatan sosial masyarakat, merusak masa depan dan generasi mendatang.
            Banyak dari pengedar narkoba sudah tertangkap dan mendapatkan hukuman. Beberapa bahkan ada yang di hukum mati. Namun peredaran narkoba masih tetap banyak. Penjualan narkoba sepertinya begitu menguntungkan bagi sebagian orang sehingga rela melakukannya walaupun di ancam dengan hukuman berat. Lapas di Indonesia menjadi semakin penuh oleh pemakai dan pengedar narkoba yang juga mengkonsumsi narkoba.
            Salah satu permasalahan peredaran narkoba adalah beredarnya narkoba di lembaga pemasyarakatan (lapas). Bagaimana mungkin ini bisa terjadi ?. Lapas itu pengawasannya ketat dan peredaran narkoba di lapas jelas kegiatan ilegal.  Namun yang perlu kita perhatikan adalah lapas di Indonesia adalah salah satu pasar bagi pengedar narkoba. Pemakai narkoba banyak ditahan dilapas mereka rata-rata mempunyai uang. Realitanya saat tertangkap seringkali mereka belum dalam kondisi sembuh tapi masih ketergantungan pada narkoba. Kondisi ini menyebabkan mereka akan berusaha menggunakan segala cara untuk mendapatkan narkoba. Mulai dari menyogok oknum sipir lapas, menyelundupkan narkoba lewat pengunjung, melempar bungkus narkoba dari luar tembok lapas dan modus lainnya.
            Permasalahan yang terjadi saat ini kita menganggap kalau pemakai narkoba itu memiliki karakter seperti penjahat biasa sehingga bisa di campur dengan narapidana lainnya. Padahal mereka yang memakai narkoba adalah dalam kondisi ketergantungan obat yang sakit secara fisik dan psikologis. Mereka membutuhkan rehabilitasi medis untuk memulihkan kondisinya. Saat dimasukan lapas tanpa ada terapi medis maka ini tidaklah menyelesaikan masalah mereka karena mereka masih dalam kondisi ketergantungan obat. Segala upaya akan mereka lakukan untuk mendapatkan obat karena efek toleransi obat yakni untuk mendapatkan efek tertentu mereka membutuhkan dosis yang selalu bertambah. Sehingga mereka tidak akan ragu untuk membayar mahal untuk mendapatkan obat. Kesempatan inilah yang dilihat oleh oknum tertentu yang ingin mendapatkan uang dengan menjual obat kepada mereka. Salah satu cara bijak adalah sembuhkan dahulu mereka dari ketergantungan obat sehingga kegiatan jual-beli ini bisa terhenti.
            Upaya melakukan sidak pada pengguna narkotika di lapas hanya akan menghentikan kegiatan ini sementara. Akar permasalahannya justru pada adanya permintaan narkoba yang cukup besar dan adanya penawaran untuk itu sehingga terjadi transaksi. Mereka di penjara dalam posisi ketergantungan obat segala cara akan dilakukan untuk mendapatkan obat. Selama ini mereka tidak mendapatkan terapi medis di lapas untuk mengurangi ketergantungan obatnya sehingga kondisinya masih tetap sakit.
            Ditambah lagi dengan kondisi penjara di Indonesia yang sebagian besar sudah kelebihan kapasitas. Kondisi ini dapat memperparah keadaannya, beberapa napi yang tadinya tidak terlibat jaringan narkoba dapat saja menjadi pengedar. Contohnya napi curanmor karena berinteraksi dengan para napi narkoba bisa saja menjadi pengedar berikutnya bahkan residivis. Ini justru dapat memunculkan masalah baru lagi.

Pusat Rehabilitasi pemakai narkoba
            Menyiapkan pusat rehabilitasi khusus narkoba adalah salah satu solusinya. Mereka membutuhkan proses penyembuhan dari ketergantungan obat. Mempenjarakan bukanlah solusi yang tepat bagi permasalahan ini, menahan tetapi juga melakukan terapi medis barulah akan berhasil. Bukanlah rahasia lagi banyak pemakai obat yang di lapas tetapi masih ketergantungan obat. Ini disebabkan mereka hanya ditahan secara fisik tetapi penyakitnya belum sembuh. Mereka itu butuh pengobatan yang selama ini tidak maksimal didapatkan.
            Mereka yang di dalam lapas dalam kondisi ketergantungan obat sebaiknya memang mendapatkan terapi medis yang tepat dan di rehabilitasi sehingga bukannya berada pada lingkungan sesama napi yang masih ketergantungan obat seperti sekarang ini. Kondisi ini justru dapat memperparah keadaan ketergantungan mereka pada obat.
            Biasanya juga para pemakai obat juga seringkali kambuhan atau kembali memakai kalau memang di dalam dirinya tidak benar-benar ingin sembuh. Hal ini seringkali disebabkan karena faktor lingkungan mereka yang biasanya diajak oleh sesama pemakai. Pembangunan pusat rehabilitasi khusus narkoba diperlukan di Indonesia sehingga mereka dapat penanganan yang tepat.
           
Warga binaan rentan HIV/AIDS
            Kasus HIV/AIDS diantara warga binaan lembaga pemasyarakatan setiap tahun semakin meningkat. Pemakaian narkoba di lapas juga telah menyebabkan mereka rentan tertular penyakit salah satunya HIV/AIDS dan Hepatitis khususnya hepatitis B dan C. Penggunaan jarum suntik tidak steril dan saling bertukar menyebabkan mereka sangat rentan tertular HIV/AIDS dan hepatitis. Sampai saat ini masih dilematis program penanggulangan HIV/AIDS di lembaga pemasyarakatan. Kalau memberikan jarum suntik steril ke lapas kesannya ada pemakai narkoba aktif di lapas, namun kalau tidak diberikan maka mereka akan terinfeksi penyakit.
            Kita harus mengakui kalau ada peredaran narkotika disana setelah ditemukan bukti narkotika di lapas mengindikasikan masih ada yang memakai obat di dalam lapas. Sehingga tidak perlu menutupinya lagi dan program untuk melakukan pencegahan penularan HIV dan hepatitis di antara warga binaan dapat dilaksanakan. Program pemberiaan jarum suntik steril di lapas perlu dilakukan dan dilaksanakan secara rutin untuk mencegah penyebaran penyakitnya.

            Pendidikan tentang bahaya narkoba harus di mulai dari rumah tangga, pendidikan di sekolah, memberikan informasi dan edukasi ke masyarakat. Melakukan pemeriksaan urine rutin pada tempat-tempat hiburan malam untuk mencegah terjadinya peredaran narkoba. Selanjutnya yang tertangkap memakai agar segera mendapatkan terapi dan rehabilitasi untuk menyembuhkan ketergantungannya. Pengedar narkoba harus mendapatkan hukum yang seberat-beratnya agar mendapatkan efek jera. Upaya ini harus dilakukan secara berkesinambungan sehingga masalah narkoba dapat diselesaikan dengan baik di Indonesia.
           
Penulis adalah Dosen PS. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fak. Kedokteran Universitas Udayana

Monday, April 2, 2012

Mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok

Oleh : Sang Gede Purnama


    Perokok setiap tahunnya terus saja bertambah jumlahnya. Dimana pangsa pasarnya di fokuskan pada anak-anak muda. Rokok seringkali menyebabkan masyarakat miskin menjadi miskin karena banyak uang yang dihabiskan untuk membeli rokok dibandingkan kebutuhan makan dan sehari-harinya. Orang yang sudah kecanduan nikotin lebih mementingkan merokok dibandingkan kebutuhan yang lainnya.
    Merokok juga dapat membuat seseorang berisiko untuk terkena berbagai penyakit seperti jantung koroner, kanker paru, mulut, tenggorokan, stroke, impotensi, gangguan kehamilan, janin dan lainnya. Dalam satu batang rokok terdapat 4000 bahan kimia beracun dan 69 diantaranya bersifat karsinogenik atau menyebabkan kanker. Setiap perokok telah meracuni dirinya sendiri dan orang lain setiap menghisap rokok.
    Padahal kerugian yang diakibatkan dampak merokok cukup besar dibandingkan cukai rokok yang diterima pemerintah kita. Besarnya biaya kesehatan pada penderita penyakit akibat merokok, biaya tidak langsung seperti kehilangan produktifitas, kecacatan, opportunity cost dan lainnya. Seringkali kurang diperhitungkan, dampak tersebut justru lebih besar biayanya dibandingkan dengan pajak yang dihasilkan oleh rokok. Alasan bahwa banyaknya petani yang menganggur kalau perusahaan rokok di tutup menjadi tidak ekonomis lagi dibandingkan akibat buruk kesehatan masyarakatnya. Lahan pertanian tembakau dapat dialihkan menjadi tanaman sayuran, buah, padi, palawija dan lainnya yang lebih bermanfaat lagi.
    Kebiasaan merokok telah membudaya dengan lingkungan  masyarakat kita  dimana di setiap acara biasanya disajikan rokok. Hal ini mendorong semakin banyak orang yang akan menjadi perokok. Generasi muda karena lingkungannya perokok mendapatkan tekanan sosial dari teman-temannya sehingga menjadi perokok sejak usia muda.
    Iklan rokok dapat kita lihat dimana-mana, beberapa kegiatan olahraga justru disponsori oleh perusahaan rokok. Hal ini malah membuat bingung masyarakat seolah-olah rokok itu menyehatkan padahal justru kenyataannya sebaliknya. Mengurangi iklan rokok tersebut perlu kita lakukan sebab merokok jelas merugikan kesehatan kita.
    Seorang suami yang merokok di rumah telah membuat istri dan anaknya juga terpapar oleh asap rokok. Pekerja yang merokok di kantor juga telah membuat teman lainnya terpapar. Ada sekitar 85% asap rokok dalam ruangan merupakan asap samping (sidestream smoke) dari ujung rokok yang membara. Asap inilah yang diisap oleh perokok pasif yang kadarnya lebih tinggi dari yang diisap oleh perokok. Oleh karena itulah menjadi perokok pasif sangat berbahaya.
   
Kawasan tanpa rokok
    Menindaklanjuti Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang kawasan tanpa rokok (KTR) Pemerintah Provinsi Bali membuat Perda Nomor 10 Tahun 2011 menetapkan kawasan tanpa rokok antara lain hotel, restoran, kawasan wisata, tempat ibadah, fasilitas layanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, angkutan umum termasuk angkutan wisata. Kemudian perkantoran pemerintah baik sipil maupun TNI/Polri, pasar modern, pasar tradisional, tempat hiburan, terminal, dan bandara.
    Terbentuknya perda kawasan tanpa rokok (KTR) di Provinsi Bali sangatlah kita sambut baik. Ini adalah momentum yang baik untuk melangkah lebih lanjut mewujudkan KTR di tempat-tempat lainnya. Semua orang harus terlindung dari paparan asap rokok. Kebijakan yang efektif dengan membentuk kawasan 100% bebas asap rokok karena pembuatan ruangan khusus merokok kurang efektif.
    Perda tersebut dibuat untuk melindungi para perokok dan bukan perokok dari dampak zat adiftif rokok. Larangan merokok di tempat kerja justru bermanfaat pada perokok dan non perokok. Pertama, dapat mengurangi paparan asap rokok pada non perokok. Kedua, mengurangi konsumsi rokok pada para perokok. Ketiga, menghemat uang untuk pembelian rokok sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya. Keempat, dapat menghemat biaya untuk kebersihan, mengurangi risiko kebakaran, absensi kerja dll.
    Adapun kendala dalam mewujudkan KTR yakni masih belum adanya kesadaran masyarakat terhadap dampak dan niat untuk berhenti merokok menjadi salah satu kendalanya. Peraturan daerah tentang kawasan bebas rokok yang belum tersosilisasikan dengan baik. Sanksi yang masih kurang tegas juga menjadi hambatan dalam mewujudkan kawasan bebas rokok.
    Dengan terbentuknya Perda tentang KTR adalah salah satu langkah strategis yang baik dalam mewujudkan KTR. Selanjutnya dalam implementasi dilapangan perda tersebut tidak hanya sebagai peraturan saja perlu adanya kesepakatan bersama untuk mewujudkannya. Sosilisasi tentang perda KTR perlu terus dilakukan sehingga bisa segera diimplementasikan. Perda tersebut juga sebaiknya diikuti oleh peraturan dibawahnya di masing-masing kabupaten/kota sehingga memiliki kekuatan hukum yang baik. Kerjasama antara lembaga swadaya masyarakat dan lembaga profesi untuk turut serta mendukung terwujudnya KTR diperlukan.
    Perokok muda adalah salah satu target potensial dari perusahaan rokok. Adanya edukasi yang baik di keluarga, sekolah dan universitas mengenai bahaya merokok sangatlah penting. Program seperti ini perlu dilaksanakan sehingga ada upaya preventif dan promotif dalam penanggulangan rokok. Selama ini sekolah memang melarang siswa untuk merokok. Namun pemahamannya tentang rokok dirasakan masih kurang. Apalagi akibat pergaulan dan lingkungan keluarga yang merokok, Hal ini dapat memicu mereka menjadi perokok muda.