Monday, April 2, 2012

Mewujudkan Kawasan Tanpa Rokok

Oleh : Sang Gede Purnama


    Perokok setiap tahunnya terus saja bertambah jumlahnya. Dimana pangsa pasarnya di fokuskan pada anak-anak muda. Rokok seringkali menyebabkan masyarakat miskin menjadi miskin karena banyak uang yang dihabiskan untuk membeli rokok dibandingkan kebutuhan makan dan sehari-harinya. Orang yang sudah kecanduan nikotin lebih mementingkan merokok dibandingkan kebutuhan yang lainnya.
    Merokok juga dapat membuat seseorang berisiko untuk terkena berbagai penyakit seperti jantung koroner, kanker paru, mulut, tenggorokan, stroke, impotensi, gangguan kehamilan, janin dan lainnya. Dalam satu batang rokok terdapat 4000 bahan kimia beracun dan 69 diantaranya bersifat karsinogenik atau menyebabkan kanker. Setiap perokok telah meracuni dirinya sendiri dan orang lain setiap menghisap rokok.
    Padahal kerugian yang diakibatkan dampak merokok cukup besar dibandingkan cukai rokok yang diterima pemerintah kita. Besarnya biaya kesehatan pada penderita penyakit akibat merokok, biaya tidak langsung seperti kehilangan produktifitas, kecacatan, opportunity cost dan lainnya. Seringkali kurang diperhitungkan, dampak tersebut justru lebih besar biayanya dibandingkan dengan pajak yang dihasilkan oleh rokok. Alasan bahwa banyaknya petani yang menganggur kalau perusahaan rokok di tutup menjadi tidak ekonomis lagi dibandingkan akibat buruk kesehatan masyarakatnya. Lahan pertanian tembakau dapat dialihkan menjadi tanaman sayuran, buah, padi, palawija dan lainnya yang lebih bermanfaat lagi.
    Kebiasaan merokok telah membudaya dengan lingkungan  masyarakat kita  dimana di setiap acara biasanya disajikan rokok. Hal ini mendorong semakin banyak orang yang akan menjadi perokok. Generasi muda karena lingkungannya perokok mendapatkan tekanan sosial dari teman-temannya sehingga menjadi perokok sejak usia muda.
    Iklan rokok dapat kita lihat dimana-mana, beberapa kegiatan olahraga justru disponsori oleh perusahaan rokok. Hal ini malah membuat bingung masyarakat seolah-olah rokok itu menyehatkan padahal justru kenyataannya sebaliknya. Mengurangi iklan rokok tersebut perlu kita lakukan sebab merokok jelas merugikan kesehatan kita.
    Seorang suami yang merokok di rumah telah membuat istri dan anaknya juga terpapar oleh asap rokok. Pekerja yang merokok di kantor juga telah membuat teman lainnya terpapar. Ada sekitar 85% asap rokok dalam ruangan merupakan asap samping (sidestream smoke) dari ujung rokok yang membara. Asap inilah yang diisap oleh perokok pasif yang kadarnya lebih tinggi dari yang diisap oleh perokok. Oleh karena itulah menjadi perokok pasif sangat berbahaya.
   
Kawasan tanpa rokok
    Menindaklanjuti Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009 tentang kawasan tanpa rokok (KTR) Pemerintah Provinsi Bali membuat Perda Nomor 10 Tahun 2011 menetapkan kawasan tanpa rokok antara lain hotel, restoran, kawasan wisata, tempat ibadah, fasilitas layanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak bermain, angkutan umum termasuk angkutan wisata. Kemudian perkantoran pemerintah baik sipil maupun TNI/Polri, pasar modern, pasar tradisional, tempat hiburan, terminal, dan bandara.
    Terbentuknya perda kawasan tanpa rokok (KTR) di Provinsi Bali sangatlah kita sambut baik. Ini adalah momentum yang baik untuk melangkah lebih lanjut mewujudkan KTR di tempat-tempat lainnya. Semua orang harus terlindung dari paparan asap rokok. Kebijakan yang efektif dengan membentuk kawasan 100% bebas asap rokok karena pembuatan ruangan khusus merokok kurang efektif.
    Perda tersebut dibuat untuk melindungi para perokok dan bukan perokok dari dampak zat adiftif rokok. Larangan merokok di tempat kerja justru bermanfaat pada perokok dan non perokok. Pertama, dapat mengurangi paparan asap rokok pada non perokok. Kedua, mengurangi konsumsi rokok pada para perokok. Ketiga, menghemat uang untuk pembelian rokok sehingga dapat dimanfaatkan untuk kegiatan lainnya. Keempat, dapat menghemat biaya untuk kebersihan, mengurangi risiko kebakaran, absensi kerja dll.
    Adapun kendala dalam mewujudkan KTR yakni masih belum adanya kesadaran masyarakat terhadap dampak dan niat untuk berhenti merokok menjadi salah satu kendalanya. Peraturan daerah tentang kawasan bebas rokok yang belum tersosilisasikan dengan baik. Sanksi yang masih kurang tegas juga menjadi hambatan dalam mewujudkan kawasan bebas rokok.
    Dengan terbentuknya Perda tentang KTR adalah salah satu langkah strategis yang baik dalam mewujudkan KTR. Selanjutnya dalam implementasi dilapangan perda tersebut tidak hanya sebagai peraturan saja perlu adanya kesepakatan bersama untuk mewujudkannya. Sosilisasi tentang perda KTR perlu terus dilakukan sehingga bisa segera diimplementasikan. Perda tersebut juga sebaiknya diikuti oleh peraturan dibawahnya di masing-masing kabupaten/kota sehingga memiliki kekuatan hukum yang baik. Kerjasama antara lembaga swadaya masyarakat dan lembaga profesi untuk turut serta mendukung terwujudnya KTR diperlukan.
    Perokok muda adalah salah satu target potensial dari perusahaan rokok. Adanya edukasi yang baik di keluarga, sekolah dan universitas mengenai bahaya merokok sangatlah penting. Program seperti ini perlu dilaksanakan sehingga ada upaya preventif dan promotif dalam penanggulangan rokok. Selama ini sekolah memang melarang siswa untuk merokok. Namun pemahamannya tentang rokok dirasakan masih kurang. Apalagi akibat pergaulan dan lingkungan keluarga yang merokok, Hal ini dapat memicu mereka menjadi perokok muda.

No comments:

Post a Comment