Wednesday, December 28, 2011

Waspada leptospirosis di saat banjir


Leptospirosis adalah penyakit akibat bakteri Leptospira sp. yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia atau sebaliknya (zoonosis). Bakteri penyebab Leptosirosis yaitu bakteri Leptospira sp. Bakteri Leptospira merupakan Spirochaeta aerobik (membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup), motil (dapat bergerak), gram negatif, bentuknya dapat berkerut-kerut, dan terpilin dengan ketat. Bakteri Lepstospira berukuran panjang 6-20 µm dan diameter 0,1-0,2 µm
Penyakit ini terutama beresiko terhadap orang yang bekerja di luar ruangan bersama hewan, misalnya peternak, petani, penjahit, dokter hewan personel militer. Selain itu, Leptospirosis juga beresiko terhadap individu yang terpapar air yang terkontaminasi. Di daerah endemis, puncak kejadian Leptospirosis terutama terjadi pada saat musim hujan dan banjir.

Monday, December 26, 2011

Mencegah banjir dengan biopori



Oleh : Sang Gede Purnama

Salah satu teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan dalam upaya mengurangi resiko kebanjiran adalah dengan membuat biopori. Biopori sendiri kalau di alam tercipta oleh aktifitas mikroorganisme seperti cacing, rayap serta akar tanaman yang menjalar didalam tanah. Lubang yang terbentuk akan bermanfaat untuk jalannya air meresap kedalam tanah. Dengan demikian kemampuan tanah dalam meresapkan air semakin meningkat dan berkurangnya air yang ada di permukaan sehingga mengurangi resiko kebanjiran.

Biopori saat ini dapat dibuat sendiri oleh manusia yakni dengan membuat lubang resapan biopori di sekitar halaman rumah. Lubang berbentuk vertikal kemudian dapat diisi dengan sampah organik yang dapat dimanfaatkan menjadi kompos. Adapun teknis pembuatan lubang biopori yakni:

1. Membuat lubang silindris di tanah dengan diameter 10-30 cm dan kedalaman 30-100 cm serta jarak antar lubang 50-100 cm.

2.
Mulut lubang dapat dikuatkan dengan semen setebal 2 cm dan lebar 2-3 cm serta berikan pengaman agar tidak ada orang yang terperosok.

3.
Lubang diisi dengan sampah organic seperti daun, sampah makanan organik, sampah kertas, ranting dll sampah akan menyusut dan dapat ditambah. Sekitar 3 minggu dapat dimanfaatkan sebagai kompos.
4. Bila lubang biopori berdiameter 10 cm dengan kedalaman 100 cm maka luas bidang resapan menjadi 6.218 cm2 setara dengan volume 1 ember (321.800 cm3). Ini akan membantu dalam menyediakan air tanah

Keuntungan dalam pembuatan biopori yakni :

1. Memaksimalkan air yang meresap ke dalam tanah sehingga menambah air tanah.

2. Membuat kompos alami dari sampah organik daripada dibakar.

3. Mengurangi genangan air yang menimbulkan penyakit.

4. Mengurangi air hujan yang dibuang percuma ke laut.

5. Mengurangi resiko banjir di musim hujan.

6. Maksimalisasi peran dan aktivitas flora dan fauna tanah.

7. Mencegah terjadinya erosi tanah dan bencana tanah longsor

Teknologi biopori adalah teknologi yang potensial untuk dikembangkan program ini telah menjadi salah satu program departemen lingkungan hidup. Harapan kita kedepan program ini akan bisa dimanfaatkan oleh masyarakat luas.

Sunday, December 25, 2011

Program jumantik dan keberhasilannya cegah DBD ???

Oleh : Sang Gede Purnama

Provinsi bali adalah salah satu daerah yang endemis demam berdarah. Sejak 2 tahun lalu sudah dilaksanakan program jumantik yakni program juru pemantau jentik yang di gaji secara khusus tiap bulannya di masing-masing banjar. Program ini dilaksanakan khususnya di Kota Denpasar. Di setiap banjar ada jumantik dan tiap desa ada seorang kordinatornya. Apakah program ini berjalan secara baik dan berhasil ???.

Kasus DBD biasanya sangat dipengaruhi oleh musim, biasanya pada musim hujan di pertengahan dan akhir akan meningkat secara cepat seperti mulai desember hingga maret. Kepadatan dan mobilitas penduduk juga ikut menunjang umumnya banyak pada daerah perkotaan.

Program jumantik cukup berperan dalam memantau kondisi lingkungan masyarakat dan selanjutnya memberikan edukasi yang baik. Harus ada petugas khusus yang bergerak untuk bekerja ekstra dalam upaya pencegahan DBD. Utamanya pada daerah perkotaan yang masyarakatnya cukup padat dan mobilitas tinggi. Oleh sebab itulah program jumantik dengan tenaga khusus yang digaji tiap bulannya dijalankan.

Memang pemda akan cukup dibebankan dana yang besar dalam pelaksanaan program tersebut namun bila dibandingkan anggaran untuk pengobatan DBD jika kasusnya meledak tentu jauh lebih besar. Misalnya tahun 2010 di Denpasar kasusnya sempat meningkat drastis hingga 4.431 kasus dengan 41 kematian. Saat ini kasusnya sudah jauh menurun setelah program berjalan 2 tahun lebih.

Jumantik biasanya setiap pagi hingga siang akan keliling mengunjungi setiap rumah dan memeriksa jentik. Mereka akan mendata tempat potensial perkembangbiakan nyamuk. Dengan demikian maka masyarakat akan selalu terkontrol perilakunya dalam melaksanakan 3 M. apalagi setiap KK secara rutin di kunjungi sebulan sekali. Kalau ada kasus DBD di wilayah tersebut maka akan sesegera mungkin dilaksanakan penyelidikan epidemiologi (PE) dan diperiksa 10-20 KK yang ada disekitarnya. Apakah ada jentik ? apakah ada yang demam ? atau DBD dan lainnya ?. Fogging akan dilakukan bila ada 2 kasus atau lebih di lingkungan itu. Hal ini bertujuan mengurangi resistensi nyamuk dan juga anggaran kesehatan.

Program jumantik dinilai cukup berhasil dalam melakukan pencegahan DBD namun demikian ada beberapa hal yang perlu dibenahi. Pengalaman di lapangan dalam melakukan evaluasi kinerja jumantik, biasanya mereka tidak memberikan informasi yang cukup kepada masyarakat mengenai DBD dan pencegahanya. Motivasi kepada masyarakat juga jarang dilakukan. Hal ini padahal penting sekali masyarakat mesti selalu diberikan dan diingatkan tentang pencegahan DBD.

Kalau program ini berjalan dengan baik maka masyarakat akan memiliki pengetahuan yang cukup tentang DBD dan terkontrol perilaku mereka. Jumantik juga perlu melakukan pengawasan pada tanah kosong seperti kebun dan kuburan yang seringkali terlewati begitu saja. Tempat-tempat seperti ini juga potensial menjadi breeding place nyamuk Aedes aegypti.

Tuesday, December 20, 2011

Penanggulangan Demam Berdarah perlu adanya community agreement

Oleh : Sang Gede Purnama

Sampai saat ini demam berdarah masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Setiap tahunnya selalu saja ada kasusnya padahal upaya penanggulangan demam berdarah dengue (DBD) sudah dilakukan dengan berbagai cara yakni 3M (menguras, mengubur dan menutup tempat penampungan air), secara biologi dan kimia. Namun upaya tersebut masih belum mempan untuk mengatasi kasus DBD. Apalagi penggunaan insektisida kimia malah justru dapat menyebabkan resistensi pada nyamuk dan residunya juga tidak baik bagi kesehatan.

Angka bebas jentik juga bukan jaminan terhadap menurunya jumlah kasus sebab bisa saja daerah yang tersembunyi (hidden area) tidak terpantau seperti kaleng bekas di jalan, tempat minuman burung, air penampungan kulkas, lubang pohon. Untuk itu maka diperlukan ketelitian dalam memeriksa tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk.

Pemberian informasi yang baik ke masyarakat tentang penyakit ini, perlu terus dilakukan baik melalui PKK, dasa wisma, kelompok pemuda-pemudi, pertemuan RT/RW dan pendidikan di sekolah. Selama ini upaya untuk menggerakan masyarakat secara bersama-sama sudah sering dilakukan. Namun demikian memang tidak mudah menggerakan masyarakat secara berkelanjutan membersihkan lingkungan. Desa A membersihkan lingkungan sedang Desa B justru memelihara jentik penular DBD. Padahal dalam penanggulangan DBD harus dilakukan bersama-sama tidak sporadis.

Program menggerakan tenaga dasa wisma dalam melakukan survei terhadap jentik Aedes sp. adalah program yang efektif bila dilakukan dengan baik. Permasalahan yang terjadi adalah kurangnya disiplin masyarakat dalam membersihkan lingkungannya. Nyamuk bila dibiarkan bertelur dalam seminggu saja akan berkembang menjadi banyak. Jadi membersihkan lingkungan harus dilakukan minimal seminggu sekali.

Selama ini kita memonitor keadaan rumah kita dan lingkungan sekitar kita namun ada kaleng bekas yang ada di lapangan, di pinggir jalan dan tempat tersembunyi di dekat pemukiman menjadi kurang terpantau dengan baik. Padahal nyamuk sangat potensial berkembang disana. Pada saat ini musim hujan hampir terjadi sepanjang tahun maka akan ada banyak genangan air yang potensial menjadi tempat berkembangbiaknya nyamuk. Pengawasan terhadap kontainer potensial ini perlu segera dilakukan. Saluran air yang menggenang di depan rumah apa bila tidak mengalir juga potensial menjadi tempat perkembang biakan nyamuk, sumur juga memiliki potensi apabila tidak ditutup dan jarang dipergunakan warga.

Selama ini program DBD sepertinya milik petugas kesehatan padahal masalah ini adalah masalah masyarakat. Program penanggulangan DBD adalah milik masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Namun demikian kenyataanya tidak mudah untuk melakukannya secara teoritis mungkin amat mudah diungkapkan. Upaya untuk membuat program ini milik masyarakat adalah dengan membuat sebuah kesepakatan (community agreement) dengan tokoh-tokoh masyarakat.

Adanya kesepakatan untuk melaksanakan kebersihan lingkungan minimal seminggu sekali, akan membersihkan bak mandi dan kontainer, diberlakukan sanksi apabila diketahui ada jentik sesuai dengan kesepakatan di desa tersebut. Dengan demikian maka masyarakat memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan karena sudah sesuai dengan kesepakatan yang dibuat sebelumnya.

Petugas jumantik bertugas memonitoring keberadaan jentik di daerahnya dan melaporkan kepada RT/RW dan kantor desa. Setiap rumah yang ada jentik di data diberikan edukasi agar paham tentang bahaya demam berdarah. Apabila terus melanggar dapat ditegur ataupun diterapkan sanksi sesuai kesepakatan desa. Dengan demikian maka program akan berjalan dengan baik karena sudah ada rasa memiliki dan sistem dibuat oleh masyarakat sendiri.

Membuat kesepakatan dengan masyarakat juga tidak mudah diperlukan suatu proses. Tokoh-tokoh masyarakat yang menjadi panutan diajak berkumpul bersama-sama, membuat suatu kesepakatan dalam penanggulangan DBD. Beberapa hal yang akan dilaksanakan disampaikan dan setelah sepakat dibuatkan draf secara tertulis. Saat rapat desa disampaikan draft kesepakatan dalam pemberantasan DBD hingga disepakati oleh semua warga. Setelah itu pada tahap pelaksanaan dimonitoring oleh puskesmas dan difasilitasi kegiatan mereka.

Penanggulangan demam berdarah akan berjalan dengan baik apabila seluruh warga bersama-sama memberantas sarang nyamuk yang ada dilingkungannya. Kegiatan pembersihan kontainer tempat nyamuk berkembang biak juga harus dilakukan secara berkelanjutan. Kedua hal ini adalah pokok dari upaya pemberantasan DBD. Pembuatan kesepakatan oleh masyarakat untuk melaksanakan kebersihan lingkungan adalah kunci dalam program ini.