Oleh
: Sang Gede Purnama
Keputusan
Mahkamah Konstitusi (MK) menguji penjelasan pasal 115 ayat 1 UU
Kesehatan. Pada awalnya pasal tersebut berbunyi "Khusus bagi
tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya 'dapat' menyediakan
tempat khusus untuk merokok". MK lalu menghapus kata 'dapat'
dalam penjelasan pasal 115 ayat (1) UU No 36/2009 tentang Kesehatan
tersebut. Sehingga kini bunyi penjelasan pasal tersebut yaitu "khusus
bagi tempat kerja, tempat umum, dan tempat lainnya menyediakan tempat
khusus untuk merokok".
Peraturan
hukum tertulis memang sebaiknya memberi kepastian sehingga tidak
ambigu. Permasalahannya dengan menghilangkan kata dapat justru
menjadi kewajiban bagi tempat kerja, tempat umum dan lainnya untuk
menyediakan tempat khusus merokok. Argumentasi yang disampaikan saat
menguji undang-undang kesehatan tersebut agar kata “dapat”
dihilangkan mungkin agar memberikan kepastian hukum, perokok agar
dapat tempat untuk merokok dan perokok pasif terlindungi. Jadi
terkesan win-win
solution
suatu keputusan yang sama-sama menguntungkan.
Padahal
konsekuensi pembuatan tempat khusus merokok tersebut sungguh tidak
diharapkan karena asap rokok tersebut tidak bisa dijamin 100% tidak
mencemari udara disekitarnya. Seperti teori mandi dikolam renang
kalau ada yang kencing maka semua yang mandi akan terkena karena air
terus berputar disana. Begitu juga asap rokok akan terus berputar di
ruangan. Hal ini justru akan menambah perokok pasif bukannya
melindungi.
Konsep
kawasan tanpa rokok melarang orang merokok di areal kawasan tersebut.
Kalau mereka ingin merokok maka silakan mencari tempat di halaman
terbuka langsung bukannya dibuatkan suatu tempat khusus merokok.
Kalau kita ke bandara ada tempat khusus merokok, apa yang sebenarnya
terjadi di dalam sana ? ada sekitar 6 orang lebih di dalam merokok
secara bersamaan dan asapnya sangat banyak di ruangan tersebut.
Efeknya justru sangat membahayakan perokok dan orang sekitarnya. Asap
dalam satu ruangan tersebut diisap oleh perokok secara bersama-sama.
Walaupun ruangan itu tertutup namun perputaran udaranya tidak bisa
kita atur 100% tidak mencemari ruangan lainnya. Justru lebih baik
kalau perokok tersebut merokok di areal terbuka tidak tertutup
seperti itu.
Idealnya
suatu peraturan dan perundangan dibuat untuk melindungi warga
negaranya. Rokok sudah terbukti dapat membahayakan kesehatan dan
bersifat adiktif. Dengan demikian maka tidak ada toleransi untuk
membiarkan perokok tersebut membahayakan kesehatan diri, orang lain
dan lingkungannya.
Beberapa
perda untuk kawasan tanpa rokok (KTR) melarang dibuatnya tempat
khusus merokok. Bahkan beberapa daerah sudah mulai memberlakukan
sanksi bagi yang tertangkap merokok di tempat-tempat umum. Namun
keputusan MK tentang rokok menyebabkan dilematis karena peraturan di
bawah harus mengacu peraturan diatasnya. KTR yang dipromosikan
kawasan 100% bebas asap rokok bisa menjadi kacau karena harus membuat
tempat khusus merokok.
Peraturan
pemerintah tentang tembakau sebagai zat aditif yang sedang di susun
saat ini juga harus mengacu pada keputusan MK tersebut. Kalaupun akan
di buat tempat khusus untuk perokok maka sebaiknya adalah ruangan
terbuka bukannya tertutup dan berada di luar gedung perkantoran. Hal
ini untuk menghindari efek residu zat yang tersisa dan mengamankan
udara di dalam gedung.
Apabila
dipandang tidak memuaskan dan kurang berpihak pada masyarakat banyak
keputusan MK tersebut dapat diajukan untuk di uji kembali. Sebab
perundang-undangan dibuat pada prinsipnya untuk melindungi masyarakat
kita. Tentunya dalam melakukan pengujian tersebut harus ditunjang
dengan bukti-bukti yang dapat dipertanggung jawabkan kebenarannya.
Adapun
beberapa argumentasi yang dapat diajukan yakni merokok dapat
merugikan kesehatan perokok dan orang lain di sekitarnya sudah banyak
penelitian yang meneliti tentang dampak rokok bagi kesehatan.
Membentuk ruangan khusus merokok tidak dapat menjamin untuk bebas
dari asap rokok di dalam ruangan. Perlunya perlindungan pada perokok
pasif. Perokok aktif dapat melakukan kegiatan merokok di tempat
terbuka yang ditentukan sehingga tidak perlu ruangan khusus.
Kebijakan
rokok selalu ditentang
Peraturan
yang melarang untuk melakukan kegiatan merokok, kegiatan
pengendaalian tembakau, produk tembakau sebagai zat adiktif terus
gencar dilakukan oleh beberapa pihak yang peduli terhadap efek buruk
tembakau. Namun demikian beberapa pihak yang merasa diuntungkan
dengan keberadaan industri tembakau seperti perusahaan rokok sekala
besar dan sekala kecil, petani tembakau. Terus melakukan perlawanan
untuk mempertahankan eksistensi mereka.
Di
beberapa Negara maju industri rokok sudah mulai menurun peranannya
bahkan beberapa mengalami penuntutan karena telah menyebabkan banyak
masyarakat yang sakit. Hal ini merugikan bagi masyarakat dari segi
produktifitas kerja dan angka harapan hidup. Mereka melakukan
peraturan yang ketat pada industri tembakau. Mulai dengan menaikan
cukai rokok dengan sangat tinggi, menambahkan gambar dampak buruk
merokok pada 2,3 dari bungkus rokok, melarang iklan rokok di berbagai
media, melakukan edukasi pada masyarakat tentang dampak buruk merokok
dan lainnya.
Di
Indonesia kebijakan pengendalian tembakau sepertinya setengah hati
untuk dibuat. Pajak dari industri rokok memang cukup besar namun
dampak yang ditimbulkan juga cukup besar bahkan tidak sebanding
dengan nilai yang diperoleh. Industri rokok tentunya akan terus
melakukan perlawanan terhadap kebijakan pemerintah yang mengganggu
bisnis mereka. Dengan berargumentasi untuk keberlanjutan petani
tembakau, karyawan pabrik rokok dan petani yang akan menganggur,
pajak dari industri rokok yang besar. Mereka terus berjuang untuk
bertahan.
Beberapa
pabrik rokok besar sudah berpindah ke Indonesia karena di Negara lain
keberadaanya tidak diterima. Disamping juga pasar industri rokok
cukup besar di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk 2,4 juta jiwa.
Dengan kondisi ini perlu ketegasan pemerintah untuk membuat kebijakan
yang pro rakyat. Melakukan perlawanan terhadap industri rokok yang
dapat menyebabkan masalah kesehatan masyarakat.
Masalah
petani tembakau yang seringkali dijadikan alasan sebenarnya dapat
dialihkan ke tanaman palawija yang bermanfaat. Sehingga lahan yang
saat ini digunakan untuk menanam tembakau dapat dialih fungsikan.
Jadi mereka juga tidak akan ada masalah. Tenaga kerja di industri
rokok sebenarnya juga tidak banyak karena industri rokok besar
biasanya menggunakan mesin tidak banyak menggunakan tenaga kerja.
Industri rokok rumahan yang biasanya banyak menggunakan tenaga kerja.
Alasan banyaknya pengangguran kalau industri ini ditutup juga tidak
benar. Mereka memiliki keterampilan sehingga dapat bekerja di
industri lainnya yang lebih bermanfaat.
No comments:
Post a Comment