Rencana Pemerintah Daerah Bali melakukkan reklamasi
untuk mengembangkan objek wisata baru yang terintegrasi di kawasan Tanjung
Benua perlu dikaji lebih lanjut. Hal ini bila tidak memperhatikan dampak
lingkungannya dapat mengakibatkan kerugian bagi masyarakat dan lingkungan yang
luar biasa. Alasan yang dikemukakan untuk meningkatkan penghasilan daerah,
masyarakat dan menjadi objek wisata yang terintegrasi itu harus dilihat
seberapa besar manfaatnya dibandingkan resiko yang akan ditimbulkan.
Disatu
sisi objek wisata yang ada di Bali sudah cukup banyak apa masih perlu
mengembangkan objek wisataa buatan seperti itu. Dari segi ekonomi kita bisa
lihat objek wisata itu mungkin bisa meningkatkan pendapatan daerah tapi
seberapa besar buat masyarakat langsung?. Jika itu hanya dikembangkan oleh
Perusahaan tertentu hanya akan memperkaya orang tertentu bukan masyarakat sekitar
hal ini mirip supermarket vs pasar tradisional. Hanya pemilik modal yang makin
kaya sedangkan masyarakat akan jadi penonton saja.
Reklamasi
pantai sangat berdampak pada keseimbangan lingkungan yang ada. Pada prinsipnya
air itu mengalir dari daerah tinggi ke rendah. Kita tentu masih ingat bagaimana
proyek reklamasi Pulau Serangan yang sampai saat ini mangkrak. Dampaknya secara
langsung dapat kita lihat nelayan disana kesulitan mendapatkan ikan, hutan
mangrove penjaga perbatasan pantai rusak dan yang paling parah adalah abrasi di
Pantai Lebih dan sekitarnya. Siapa yang bertanggung jawab atas abrasi di Pantai
Lebih ?. Mereka yang melakukan reklamasi di Serangan sama sekali cuci tangan
karena berpikir bukan tanggung jawabnya apalagi lokasinya jauh.
Lantas
bagaimana dengan Tanjung Benua kalau dilakukan reklamasi di daerah itu, air
laut akan dibuang kemana kelebihannya ?. Kemungkinan kawasan sanur, padang galak
dan sekitarnya yang akan kena dampaknya. Selanjutnya siapa yang akan dimintai
tanggung jawab kalau air sudah meluap karena ulah kegiatan di daerah yang jauh
?. Semua pasti akan menyalahkan alam dengan berlindung dibalik isu global warming yang menyebabkan salju di kutub meleleh.
Kita tentu tidak perlu jauh-jauh
mencari contoh. Beberapa daerah di Indonesia sebenarnya sudah mengalami abrasi
karena proyek reklamasi pantainya. Misalnya reklamasi Pantura, Jakarta yang
digunakan untuk pusat niaga. Justru berdampak pada potensi banjir di kawasan
tersebut, air sungai yang semestinya mengalir ke laut justru terhalang hingga
mempercepat terjadinya banjir dan juga kerusakan mangrove penjaga kawasan
pantai tersebut. Begitu juga kejadian reklamasi Pantai Dadap dan Teluk Lampung,
Kota Manado.
Melihat pengalaman sebelumnya
tindakan reklamasi perlu dikaji secara komprehensif karena dampaknya sangat
banyak dapat mengakibatkan perubahan ekosistem mulai dari pola arus, sedimentasi
pantai, kerusakan biota laut, abrasi, dan sebagainya. Disamping itu juga
berdampak pada penghasilan nelayan sekitar karena populasi ikan yang akan
menjadi menurun. Persoalan lingkungan, sosial, ekonomi dan hukum layak mendapat
pertimbangan.
Perusakan hutan mangrove selain
merusak biota laut dan tempat perindukan burung juga dapat meningkatkan jumlah
vektor nyamuk anopheles penular malaria. Selama ini kasus malaria di Bali sudah
menurun namun mungkin juga dengan rusaknya mangrove dan daerah rawa nyamuk
tersebut bertambah jumlahnya hingga menyebabkan kasus malaria meningkat. Kajian
faktor kesehatan masyarakat juga perlu dilakukan. Pembukaan hutan mangrove
menjadi pemukiman penduduk telah terbukti meningkatkan kasus malaria di
beberapa lokasi.
Apa
perlu reklamasi ?
Reklamasi bisa dilakukan kalau
memenuhi beberapa unsure yakni secara hukum dan peraturan, menfaat pada
lingkungan, dukungan sosial-budaya masyarakat dan peningkatan ekonomi. Faktor dampak
lingkungan yang akan timbul saat dan setelah pembangunan dilakukan perlu bukan
saja dikaji tetapi dibuatkan upaya pengendalian dampaknya. Agar jangan sampai
merusak tatanan alam yang sudah ada dan mencemari lingkungan sekitar.
Pembangunan objek wisata terpadu di
tanjung benua sebenarnya tidaklah urgen. Hal
ini kenapa ? karena daerah itu adalah objek wisata yang sudah maju dan jalannya
sempit sehingga daya dukung untuk dikembangkan justru membuat kemacetan baru. Walaupun
ada jalan laying namun kalau di sana macet maka otomatis juga akan macet
merembet.
Alangkah baiknya membangun objek
wisata pada daerah lainnya yang masih perlu mendapat dukungan dan PAD
kabupatennya masih kecil seperti Karangasem, Negara, Singaraja, Klungkung, Tabanan,
Bangli. Daerah itu memiliki lahan yang masih kosong sehingga tepat bila
dibuatkan objek wisata terpadu. Bagaimanapun itu kembali kepada masyarakat kita
pro-kontra akan selalu ada namun pembangunan ini janganlah sampai merusak alam
karena akan berdampak kedepan yang luar biasa.