Berbagai upaya telah dilakukan dalam pengendalian
HIV-AIDS seperti pembentukan Kelompok Siswa Peduli AIDS dan Narkoba (KSPAN),
Kader Desa Peduli AIDS (KDPA), penyuluhan ke masyarakat, penjangkauan populasi
kunci, layanan dan pengobatan gratis dan lainnya. Namun penemuan kasusnya masih
tetap tinggi tiap tahunnya karena untuk menanggulanginya perlu usaha kita bersama,
tidak bisa ditangani hanya oleh layanan kesehatan saja.
Berdasarkan
data Dinas Kesehatan Provinsi Bali sampai dengan Bulan Juni 2014 kasus HIV dan
AIDS di Bali telah mencapai 9.477 kasus. HIV tidak bisa disembuhkan namun ada
obat anti retroviral terapi (ART) untuk menghambat perkembangan virusnya. ART
harus dikonsumsi secara rutin agar tidak sampai mengalami AIDS. Dari 4.615 orang
yang memenuhi syarat mendapat ART hanya 2.651 orang yang mengambil obat.
Padahal obat dan layanan kesehatan diberikan secara gratis. Sehingga akses menuju
layanan kesehatan dan pengobatan tidak menjadi kendala. Rendahnya akses ART
tersebut dikarenakan memang kesadaran dari ODHA untuk melakukan tes dan
pengobatan masih dirasakan kurang.
Oleh
sebab itu sekarang ini dilaksanakan program SUFA (strategic use for
antiretroviral therapy). Melalui program SUFA maka orang yang berisiko HIV
dilakukan penjangkauan dan dilakukan test HIV jika positif selanjutnya
diberikan pengobatan ARV dan pendampingan pada ODHA tersebut. Inisiasi ART ini
diberikan kepada populasi kunci yakni pekerja seks, lelaki berisiko tinggi,
TBC, Ibu hamil serta pasangan diskordan (pasangan yang salah satunya positif).
Berdasarkan
penelitian menunjukkan ODHA yang telah mendapatkan ART sangat kecil
kemungkinannya untuk menularkan HIV dibandingkan tidak diobati. ART tidak hanya
menguntungkan pada ODHA yang diobati namun dapat menurunkan epidemi HIV di
masyarakat. Oleh sebab itu sekarang ini diharapkan pada orang yang memiliki
perilaku berisiko tertular HIV untuk segera melakukan test HIV sehingga apabila
hasilnya positif dapat diberikan ART.
Permasalahan
yang terjadi di lapangan seringkali ditemukan komunitas yang berisiko tidak
bersedia mengikuti tes dan konseling. Ada berbagai macam alasannya padahal test
sangat perlu dilakukan agar secara dini dilakukan upaya penanganannya. Kita baru
tahu tertular setelah melakukan tes. Seorang istri yang setia bisa saja
tertular kalau suaminya pernah berhubungan dengan ODHA atau menggunakan jarum
suntik tidak steril.
Ada
beberapa kasus ditemukan ODHA yang sudah mengkonsumsi obat justru terputus
karena pindah alamat padahal putus obat justru dapat menyebabkan resistensi
serta mengganggu kesehatan orang tersebut. Konsumsi ART harus dilakukan secara
rutin bagi yang ODHA sehingga dapat terjaga kesehatannya.
Layanan
komprehensif berkesinambungan
Pelayanan
kesehatan dalam upaya penanggulangan HIV-AIDS perlu dilakukan secara
komprehensif. Layanan komprehensif adalah upaya yang meliputi upaya preventif, promotif,
kuratif, rehabilitatif bagi masyarakat yang membutuhkan (yang belum terinfeksi
agar tidak tertular, yang sudah terinfeksi agar kualitas hidup meningkat).
Melibatkan seluruh sektor terkait, masyarakat termasuk swasta, kader, LSM,
kelompok dampingan sebaya, ODHA, PKK, tokoh adat, tokoh agama dan tokoh masyarakat
serta organisasi kelompok masyarakat. Layanan komprehensif HIV atau paripurna
sejak dari rumah atau komunitas hingga ke fasilitas pelayanan kesehatan
(puskesmas, klinik dan rumah sakit).
Layanan berkesinambungan adalah untuk memberikan
dukungan dari aspek manajerial, medis, psikologis dan sosial untuk ODHA selama
perawatan dan pengobatan untuk mengurangai dan menyelesaikan permasalahan yang
dihadapinya. Orang yang HIV positif perlu mendapatkan dukungan psikologis dan
sosial di masyarkat. Jangan sampai ada stigma sehingga mereka justru
mendapatkan intimidasi yang dapat menyebabkan mereka bunuh diri atau frustasi
menghadapi keadannya. Dukungan dari keluarga juga sangat dibutuhkan selain
proses medis yang dijalankan. Bagaimana kita mewujudkan layanan komprehensif
dan berkesinambungan ?
Program
promosi kesehatan di keluarga, sekolah dan masyarakat mengenai pencegahan HIV
perlu terus diberikan. Penjangkauan aktif pada populasi kunci yang berisiko
perlu terus dilaksanakan dengan pendataan dan pemetaan. Penyediaan outlet
kondom di lokasi serta edukasi pada pelanggan serta pekerja seks. Fasilitas kesehatan perlu menyediakan ruangan
khusus untuk konseling dan test HIV yang nyaman sehingga mudah diakses.
Pengobatan dan pendampingan minum obat perlu diberikan agar jangan sampai putus
obat. Masyarakat perlu mendapatkan edukasi untuk menghindari stigma pada ODHA.
Adanya
jaringan antar unit kesehatan lintas daerah sangat diperlukan segera. Mobilitas
pekerja seks sangat tinggi mereka dapat saja berpindah-pindah padahal harus
rutin konsumsi obat. Oleh sebab itu mereka harus bisa mengakses obat dimana
saja. Membuat kartu yang dapat teregistrasi di seluruh Indonesia bagi ODHA
perlu dilakukan untuk mengatasi keadaan ini.
Pemberdayaan
tenaga promosi kesehatan dalam mengembangkan program kegiatan, memotivasi
masyarakat serta membangun kemitraan diperlukan. Setiap kantor desa perlu ada
tenaga khusus untuk memberikan edukasi positif ke masyarakatnya. Sehingga beban
puskesmas dalam menangani tsunami HIV-AIDS mendatang dapat kita tanggulangi
dengan segera.
Tantangan yang dihadapi masa mendatang sangatlah
kompleks. Kasus HIV-AIDS semakin tinggi jumlahnya apabila tidak dari sekarang
dilakukan upaya pencegahan yang serius. HIV-AIDS akan menjadi beban Negara,
masyarakat dan keluarga tersebut. Sekarang ini penyebaran HIV-AIDS sudah mulai
mengarah ke populasi umum dimana penyebarannya bukan saja pada pekerja seks
maupun yang berperilaku berisiko. Melainkan juga ada indikasi sudah menular
pada ibu hamil, bayi dan anaknya.